Tuesday, March 25, 2025

Peran Dalio di Danantara?

 




Dalam satu rapat, dihadiri oleh Rajaratnam dari Galleon Group, Rajat Gupta, anggota dewan Goldman Sachs dan mantan Direktur Pelaksana McKinsey. Dalam rapat itu Rajaratnam dapat informasi dari Gupta bahwa Warren Buffett akan berinvestasi sebesar $5 miliar di Goldman Sachs untuk menstabilkan perusahaan selama krisis keuangan 2008–2009. Mengetahui hal ini sebelum masyarakat umum mengetahuinya, Galleon Group  membeli saham Goldman di bursa. Saat itu harga sedang jatuh. Dan setelah dipublikasikan. Harga melambung. Gelleon jual. Tentu dapat untung besar.


Apa yang dilakukan oleh Galleon Group adalah tipikal dari pengelola hedge Fund.  Mereka punya jaringan luas dan jago berkomunikasi dengan semua pihak. Memang salesman sejati. Mereka menawarkan produk investasi yang non structure kepada sophisticated investor. Walau dana Kelola itu non diskrisi namun investor mau saja.  Mengapa? Karena dijanjikan laba lebih tinggi dari rerata investasi di bank atau obligasi. Seperti kasus diatas. Galleon bisa memberikan laba besar kepada investor nya. Tentu para eksekutif dari Galleon juga ambil untung secara personal. 


Siapa yang tidak kenal dengan John Meriwether, trader hedge fund legendaris. Siapa yang tidak kenal dengan Myrn Scholes dan Robert Merton keduanya calon peraih hadiah noble bidang ekonomi, David Mullin mantan Vice Presiden The Fed. Nah nama besar inilah yang akhirnya menyeret mereka dalam skandal Long Term Capital Management (LTCM). Berawal karena kehebatan mereka create product hedge fund yang memanfaatkan peluang arbitrase di pasar suku bunga melalui pendekatan kuantitatif dan matematis murni. 


Bagaimana teknis nya? Tidak perlu tahu. Mereka menjaga kerahasiaan tentang metode dan posisinya. Bagaimanapun itu gambling.  Tetapi trader LTCM, dianggap jenius dalam matematika ekonomi. Apalagi platform trading mereka tampaknya mampu membuat mereka menang terus.  Makanya dipercaya investor. Bahkan bank bank terlibat membiayai trading LTCM. Total dana dikumpulkan lebih USD 1 trilion. Ternyata kehebatan matematika kuantitatif yang tadinya mendatangkan laba dengan mudah, mengubah orang jadi hedger. 


LTCM bertaruh pada pengembalian suku bunga obligasi ke normal pada akhir tahun 1998, tetapi krisis Asia menyebar ke Rusia. Pada akhir musim panas tahun 1998 Federasi Rusia alami default obligasi dan devaluasi mata uangnya, menyebabkan guncangan  pada pasar obligasi yang berjalan berlawanan arah dengan ekspektasi LTCM. Sudah bisa ditebak apa yang terjadi. Dana kelola LTCM runtuh dalam beberapa hari saja. Maklum leverage nya tinggi sekali.


Pengelola hedge fund selalu mengatakan too big to be fail. Mereka selalu yakin tidak pernah gagal. Kalaupun gagal, negara pasti bailout. Untuk menambah keyakinan investor,  mereka melibatkan tokoh legendaris sebagai endorsement. Selalu mengagungkan kehebatan hitungan matematika dan algoritma atau sains dalam memitigasi resiko masa depan. Nyatanya tetap saja itu rapuh dan menciptakan mega skandal. Dalam kasus LTCM, Menteri keuangan AS Robert Rubin mengundurkan diri. Dan pemerintah AS terpaksa bailout perbankan guna menghindari dampak sistemik.


Dari dua kasus diatas. Saya ingin mengatakan bahwa pengelola hedge fund tidak selalu buruk. Namun kalau aturan tidak diawasi ketat itu akan berbahaya. Apa aturan yang tidak tertulis bagi mereka.? Contoh, mereka tidak boleh diketahui mempunya akses langsung kepada informasi non publik. Karena mereka bisa gunakan informasi itu sebagai dasar create opportunity untuk take advantage bagi dirinya sendiri atau investor lain, semisal mennggerakan pasar SBN dan IDR, IHSG dan tentu menjatuhkannya.


Apa mungkin? Sangat mungkin. Dengan keahlian dan reputasinya,  Dalio bisa pengaruhi Executive BPI Danantara untuk berkonspirasi dapatkan keuntungan dalam trading. Misal mengabaikan visi misi Danantara dengan membujuk Eksekutif mengikuti strateginya. Caranya halus banget. Makanya sekelas Najib Razak bisa kena tipu dalam kasus IMD. Padahal melibatkan Goldman Sachs.  Makanya di China, Dalio tidak pernah punya akses resmi kepada pemerintah China, walau dia berteman dengan pejabat.


Sudah tabiat Pengelola hedge fund tidak pernah loyal dengan mitra dan clients. Bagi mereka, selagi tidak melanggar hukum material atau punya loophole menghidar dari hukum, ya mereka lakukan. Seperti menggunakan taktik manipulasi pasar, seperti “pump and dump”, menyebarkan rumor untuk menggerakkan harga saham, atau melakukan perdagangan algoritmik yang bisa mengguncang pasar. Banyak yang tidak transparan. Motive mereka cari laba sebesar besarnya dan semudah mungkin.


Saya tidak paranoid kepada Dalio yang sudah dapat kepercayaan dari pemerintah sebagai penasehat Danantara. Skill dan pengalaman serta reputasinya tidak perlu diragukan. Namun sebagaimana media asing seperti  Fortune, Reuter, Financial Time. yang juga mempertanyakan posisi Dalio di Danantara. Menurut saya,  Dalio akan menyulitkan kita dapatkan alternatif investor kecuali kita harus mengikuti platform Dalio untuk dapatkan investor. Itu artinya secara tidak langsung kita di leverage dia. Negeri sebesar ini tergantung dengan hedger.Too risky! 


Semoga menjadi pertimbangan Presiden. Saya ingin Indonesia maju dan saya mencintai negeri ini. Tentu saya ingin presiden saya sukses mengemban tugas dan sehat.


Tuesday, March 18, 2025

IHSG bisa jatuh ke 3000

 





Kemarin melalui layar TV saya melihat anggota DPR datang tergopoh gopoh ke BEI. Mereka datang dengan tujuan memberikan dukungan kepada otoritas bursa untuk melakukan yang terbaik agar bisa mengatasi kejatuhan IHSG. Saya senyum aja. Ini pasar, bukan ranah politik. Kalau dikatakan karena factor eksternal ulah Om Trumps, nyatanya  bursa Asia semua biru. Mengingat fundamental bagus. Data emiten bagus. Inflasi rendah. Dan ekonomi kita tidak kontraksi. Tetap tumbuh. Kejatuhan bursa itu tidak rasional, kata anggota DPR. Apa iya ?


Masalahnya pemain pasar tidak selalu berpatokan dengan data publikasi resmi. Penurunan IHSG sudah berlangsung sejak minggu lalu. Namun kemarin sampai terjadi trading halt. Memang jatuh sangat dalam, sama seperti tahun 2020. Apa pasal? lelang SBN dimenangkan pemerintah dengan Yield 7% untuk tenor 10 tahun. Ini mendorong investor melakukan aksi jual saham dan pindah ke SBN. Dan lagi tingkat yield SBN Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Yield obligasi Singapore  2,72% dan Malaysia 3,796%. Dimana mana investor begitu. Selalu cari tempat yang menarik.


Tingginya Yield SBN tentu terkait dengan volatilitas IDR. Yang berkorelasi dengan Posisi Investasi International Indonesia. Selisih Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) dengan Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) negative sebesar US$ 245,3 miliar. Sementara cash flow BI untuk melakukan intervensi pasar sangat ketat. SRBI jatuh tempo pada Mei, Juni, dan Juli 2025 yang masing-masing diperkirakan sebesar Rp 113,1 triliun, Rp 121,7 triliun, dan Rp 126,7 triliun. Artinya kalau BI turunkan suku bunga demi menyelamatkan Bursa, itu akan berdampak kepada capital outflow. Cash flow moneter terganggu. IDR akan semakin melemah. Dilema memang. 


Pertanyaannya adalah apakah Menteri keuangan tidak menyadari penawaran SBN dengan Yield tinggi itu akan berdampak kepada jatuhnya IHSG? Saya yakin paham sekali. Masalahnya ini soal pilihan yang harus diambil guna mengatasi cash flow APBN yang defisit. Dan bisa jadi pemerintah tidak membayangkan akan begitu dalam kejatuhan IHSG. Pemain pasar punya logika sendiri. Mereka bersikap atas release APBN januari dan Februari. Mengindikasikan defisit fiscal akan mendekati pagu utang yang ditetapkan oleh UU sebesar 3% dari PDB.


Menghadapi koreksi pasar, tidak bisa dengan retorika politik dan paparan angka fundamental ekonomi. Tetapi dengan kebijakan realistis dan rasional. Sampai hari ini tidak ada kebijakan pemerintah yang bisa menentramkan pasar dan memberikan confident. Yang ada justru menimbulkan kebingungan dan ketidak pastian…kalau keadaan ini terus berlanjut sampai juni. Bukan tidak mungkin IHSG akan jatuh ke 3000 dan IDR mencapai Rp. 20.000/USD. Kalau itu terjadi, perbankan akan runtuh akibat  NPL gigantik.

Monday, March 17, 2025

Ekonomi Indonesia suram ?

 





Dengan interval kepercayaan rata-rata 7,71 poin, hasil Survey LPEM FEB UI menunjukkan situasi ekonomi Indonesia saat ini suram. Sebanyak 23 dari 42 atau 55% ahli ekonomi setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini memburuk dibanding tiga bulan lalu. Selanjutnya, tujuh ekonom bahkan setuju bahwa kondisinya jauh lebih buruk. Sementara itu, 11 ahli menganggap situasi stagnan, hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik dari sebelumnya.


Saya bukan ahli ekonomi namun saya pedagang, yang terpaksa belajar ekonomi agar engga dibegoin. Problem utama Indonesia itu dari sejak dulu ada dua. Pertama cashflow. Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Saya rasa baik ekonom maupun pedagang sependapat soal ini. Tentu saya akan membahas dua itu saja. Sesuatu yang saya pahami dalan keseharian saya.


Pertama. Cash flow kita tergantung kepada hutang. Tanpa hutang, APBN yang defisit tidak bisa dibiayai. Nah cash flow itu semakin lama semakin besar ketergantungannya kepada hutang. Karena untuk bayar utang terpaksa utang lagi. Dynamic cash flow namanya. Itu biasa saja dalam ekonomi dan bisnis. Selagi sumber daya keuangan terus tersedia dan trust terjaga, kita akan baik baik saja.


Yang jadi masalah pada negara,  trust itu berkaitan dengan politik. Itu tecermin dari fostur APBN. Kalau defisit semakin melebar dan ruang fiscal menyempit, trust otomatis berkurang. Hukum besi berlaku. Likuiditas terganggu. Kurs melemah dan IHSG turun.  Resiko ini harus di-konversi dengan meningkatkan tax ratio agar defisit berkurang. Apa jadinya kalau defisit melebar, dan tax ratio turun sebagaimana laporan Pemerintah kemarin. ? suram kan.


Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Walau 55 bulan kita mencatat surplus perdagangan namun trend nya dari tahun ketahun terus menurun. Ekspor kita didominasi SDA, yang memiliki volatilitas TOT ( Term of Trade) 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan ToT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara. Apa jadinya kalau ekspor terus turun karena jatuhnya harga komoditas Minerba di pasar dunia ? itu cepat sekali mempengaruhi nilai tukar riil. Suram!


Negara maju seperti German, China, Inggris, Jepang, Korea, AS dan lainnya, pemimpinnya  tidak malu mengakui keadaan ekonomi negara tidak baik baik saja, dan pemerintah tidak takut jatuh kalau berkata jujur kepada rakyatnya.  Sehingga pemerintah mudah dapat dukungan dari rakyat untuk membuat kebijakan ekstrim seperti soal tarif, pajak dan lain lain. Dengan itu, proses recovery bisa dilalui walau pahit dirasakan rakyat. Jadi, sudahilah menepuk dada terus. Sekali kali jujur aja. Jadi rakyat bisa tahu diri kalau pemerintah keluarkan kebijakan pahit.


Saya tidak ingin pesimis terhadap ekonomi Indonesia. Memang ketergantungan kita dengan luar negeri itu sangat besar. Itu bisa dilihat dari data Posisi Kewajiban Neto Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir kuartal IV-2024 tercatat sebesar US$245,3 miliar. Itu sudah dipotong Cadev. Artinya sedikit saja terjadi rush capital outflow. Tumbang kita. Nah, memitigasi capital outflow itu hanya satu, yaitu perbaiki index korupsi dan Index Demokrasi. Kalau itu membaik, cash flow akan lancar dan kita bisa terus move forward. Mudah kan solusinya.! Makanya saya tidak pesimis. 

Wednesday, March 12, 2025

Tahu dirilah...

 







Ada email masuk ke saya dari nitizen. Dia mengkritisi  tulisan saya di Blog. Menurutnya saya anti keberpihakan kepada rakyat kecil. Sinis terhadap Bansos dan BLT. Seakan saya penganut neoliberal. Saya jawab disini aja. Dalam tulisan saya tidak menyampaikan pendapat personal yang tidak berdasar. Tetapi ada dasarnya. Apa itu ? UU No. 17/2003, UU No.1/2004.  Bahwa berdasarkan UU itu, kita sudah masuk ke pasar bebas sistem keuangan, yang memungkinkan pemerintah meningkatkan uang beredar lewat penerbitan surat utang atau SBN.


Proses penerbitan surat utang negara juga tidak mudah. Tidak seenaknya. Ada standar kepatuhan yang harus kita lalui, seperti keterlibatan underwriter dari Lembaga keuangan asing. Tanpa info Memo dan Prospektus  yang qualified, tidak mungkin underwriter asing mau menjamin emisi surat utang itu. Kalaupun mau, kita tidak punya bargain terhadap cost of fund. Misal, kalau dalam info memo ada pembiayaan populis, itu akan membuat bunga utang tinggi. Artinya resiko tinggi. Kalau tidak ada populisme, bunga bisa rendah, seperti Malaysia, Thailan dan Philipina.


Jadi program populis itu soal pilihan politik, bukan pilihan ekonomi. Kalau ada intervensi politik, maka itu disebut distorsi  Dampaknya nilai uang jatuh, upah real juga jatuh dan melemahnya daya beli. Itu yang terjadi era SBY, Jokowi, Prabowo. Artinya pengeluaran bansos, BLT dan subsidi, itu pada akhirnya ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia. Menjadi biaya social dan politik. Yang mengakibatkan berkurangnya kelas menengah dan meningkatnya angka kemiskinan versi world bank.Tentu semakin sulit meningkatkan tax ratio.


Artinya kemudahan mengakses sumber daya keuangan untuk berhutang itu tidak gratis. Tidak bisa korup, apalagi state capture. Mengapa ? Ekonomi kita sudah terbuka. Sejak tahun 2000 kita sudah menerapkan Government statistic financial reform, jadi sudah ada SOP penerbitan Surat utang itu. Keterbukaan atau transfaransi itu terkait dengan setiap 1 sen pengeluaran harus terukur secara ekonomi. Likuiditas dan trust tergantung dari persepsi pasar berdasarkan analisa data yang mudah diakses oleh investor. Tuh lihat analisa Goldman Sachs kemarin yang memangkas rating Indonesia.


Jadi bagaimana idealnya dalam sistem ekonomi yang kita anut itu. ? Intervensi pemerintah bukan kepada market dalam bentuk BLT, Bansos dan Subsidi.  Tetapi lewat insentif produksi. Contoh subsidi Gas untuk pabrik. Subsidi listrik untuk pabrik. Subsidi pupuk untuk petani,  Insentif pajak  untuk industry hulu dan tekhnologi tinggi.Subsidi bunga bagi UKM dan insentif terhadap iklusift keuangan. Dari insentif dan subsidi itu akan berdampak pada daya saing, peningkatan produksi dan serapan angkatan kerja luas, yang pada gilirannya meningkatkan penerimaan pajak. 


Pertanyaan besar adalah mengapa pemerintah sampai terjebak kepada pragmatism dan transaksional politik sehingga ekonomi terdistorsi? Penyebabnya ada dua. Pertama. Lanskap ekonomi yang kita anut tidak didukung design pembangunan jangka Panjang yang dijamin oleh konstitusi. Sehingga siapapun jadi presiden bisa mengubahnya. Nah karena kekuasaan presiden dibatasi 5 tahun. Itu mendorong presiden membuat program populis yang punya nilai electoral untuk periode keduanya.


Kedua,  Gap knowledge antara tekhnorat dan elite jauh sekali. Apa jadinya kalau politik jadi panglima?  Yang terjadi adalah kebijakan datang dari bisikan para oportunis yang ada di ring istana. Yang berusaha gergaji sistem keuangan negara lewat kebijakan populis. Pada waktu bersamaan mereka menciptakan kartel pedagangan yang mengontrol kebutuhan pasar domestik. Menciptakan rente di sektor SDA. Tanpa disadari yang dirusak bukan hanya sistem keuangan negara tetapi juga sistem produksi. Maka lahirlah state capture memanjakan kekuasaan dan terlena tentunya.


Mari berubah! Hentikan semua program too good to be true. Seperti program pengadaan rumah murah yang angsurannya di tanggung negara sebesar Rp. 600.000/bulan. Program MSB per anak Rp. 10.000. Program pembiayaan Koperasi Desa sebanyak 70.000 unit melalui perbankan BUMN. Hentikan program itu. Mengapa? Kalau dananya dari APBN, itu against terhadap sekuritisasi PDB. Pasti tidak feasible lewat sistem perbankan, apalagi lewat investor institusi. Kalau dipaksakan, jangan ngeluh kalau Yield SBN akan naik, trust perbankan akan jatuh.


Bagaimana dengan sumber dana BPI Danantara untuk membiayai PSN lewat sekuritisasi asset BUMN? Itu tidak eligible. Mengapa ? Karena SBN juga dalam penerbitan SUKUK Syariah menjadikan asset BUMN sebagai underlying. Total Sukuk Syariah sampai dengan tahun 2024mencapai Rp 2.808,66 Triliun dengan outstanding sebesar Rp1.565,72 Triliun. Sementara net worth BUMN berdasarkan neraca konsolidasi tahun 2024 hanya +/- Rp.1000 triliun. Itu sudah unsecure sebenarnya. Mau tambah lagi ?  Itu sama saja bunuh diri.


Sebenarnya kalau kita konsisten meng-applies sistem keuangan negara  dan disiplin menerapkannya. Kita sudah berada di atas sumber daya melimpah. SDA tersedia. SDM tersedia, sumber daya keuangan lewat sekuritisasi PDB tersedia, lingkungan geopolitik kita bersinggungan dengan geostrategis negara asia pasific. Kita pasti bergerak ke depan menjadi negara maju. Tentu tidak bisa instant. Perlu proses yang Panjang. Perlu kerja keras. Perlu ketekunan melakukan R&D atas dasar visi besar. Dan yang terpenting hukum harus tegak agar sistem transfaransi jalan dan indek korupsi membaik.  Tahu dirilah..

Wednesday, March 5, 2025

Bursa jatuh karena issue...?

 



Di tengah awan mendung BEI dengan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), ada pertemuan antara OJK dan operator BEI dengan para konglomerat. Pertemuan itu dihadiri juga oleh Utusan Khusus Presiden Raffi Ahmad, Bos Adaro Garibaldi Thohir, Bos Sinar Mas Franky Widjaja, Bos Indika Energy Arsjad Rasjid, Ketua Kadin Anindya Bakrie, anak Prajogo Pangestu Agus Salim Pangestu, hingga Komisaris Amman Mineral Agus Projosasmito. 


Dalam pertemuan itu pihak otoritas mendengar keluhan dari para konglomerat yang juga pemegang saham pengendali dari beberapa Emiten besar di BEI. Intinya mereka meminta kepada OJK agar menunda implementasi Short selling dan kalau bisa dibolehkan buy back saham oleh pendiri tanpa perlu ada RUPS. Tadinya saya tidak ingin membahas seputar kejatuhan IHSG. Tapi karena itu saya tergelitik membahasnya.


Ini kali pertama ada pertemuan semacam itu. Waktu bursa booming, semua seperti superman. Pas ada masalah, kembali datang ke bapak minta perlindungan. Padahal kita semua tahu, market itu free entry free fall. Sekali otoritas tunduk dengan konglomerat dan lobi politik, itu akan menimbulkan paradox bursa sebagai sumber likuiditas, stabilitas ekonomi dan perlindungan kepada investor. 


Minggu lalu peringkat saham MSCI Indonesia dipangkas dari equal weight menjadi underweight. Yang menjadi menarik karena  MSCI memasukan unsur likuiditas. Ini penting sekali. Kan tidak semua investor keep asset untuk jangka Panjang. Dan tidak semua yang netting. Ada juga yang gunakan saham itu untuk leverage. Nah kalau likuiditas saham itu rendah. Ya ngapain beli. Walau marcap tinggi, fundamental bagus, tapi likuiditas rendah,  kan sama aja onani. Mending jual aja. Begitu persepsinya.


Tapi kita semua tahu bahwa pergerakan saham itu kan tergantung kurva demand and supply. Itu memang terkait dengan factor internal dan eksternal. Seperti data makro ekonomi negara, trend industry dan lain lain. Memang dihitung secara matematika. Namun tetap saja opini. Saya tidak melihat rating MSCI itu berarti buruk. Hanya saja pada saat sekarang dan 6 bulan kedepan, trader engga bullish. Walau ekonomi  Indonesia dilanda PHK dan ekspor melemah, daya beli melemah engga akan nyungsep. Kemungkinan reboud ada saja.


Mengapa ?  ada 6 juta investor BEJ, dimana sebagian besar adalah investor local dan hanya segelintir  asing. Namun asing menguasai saham hampir 50% di bursa. Artinya yang menggerakan saham itu adalah asing. Nah asing ini hampir semua pemain monetaris. Mereka perlu arena untuk leverage. Engga penting arena becek atau kering. Mereka perlu market yang volatile agar bisa dapatkan spread price lebih besar. Artinya volatilitas itu by design dan bagian dari business monetaris.


Lantas apa penyebab pasar tervolatilitas begitu ekstrim? Dalam konteks permainan bursa, ini tidak lebih penyebabnya adalah issue besar yang sengaja diciptakan dan digelindingkan ke lantai bursa. Seperti factor eksternal adanya kebijakan proteksi Trumps atas kenaikan tarif impor. Padahal sampai kini belum ada riset market terkait dengan kebijakan tarif Trumps. Itu hanya sebatas issue saja. Maklum Trumps memang berpolitik dengan jualan issue. 


Begitu juga issue internal tetang distrust terhadap kepemimpinan Prabowo. Karena masih melibatkan Jokowi dalam BPI Danantra. Pasar tahu bahwa itu justru mengakui hasil pemilu yang dirty vote. Belum lagi proses efisiensi anggaran yang tidak melalui perubahan fostur APBN. Ini menimbulkan ketidak pastian terhadap pertumbuhan. Apalagi gagalnya rapat kerja MenKeu dan Bappenas dengan DPR terkait dengan target pertumbuhan yang hendak dicapai. Ini jadi issue besar.


Nah issue issue besar itu terus menggelinding dan menjadi alasan investor asing melakukan aksi jual. Aksi jual oleh asing ini adalah juga tekanan terhadap capital outflow. Tentu IDR terpengaruh melemah.  Kalau IHSG terus melemah pada titik tertentu, akan mendorong investor institusi local melepas portfolio nya.  Pada waktu bersamaan para konglomerat yang melakukan leverage atas sahamnya saat booming juga menderita. Karena dalam kondisi Marcap drop mereka kan harus topup. Mau engga mau mereka harus cutloss. Jual diharga bawah.


Dampak dari pelemahan IDR dan jatuhnya IHSG akan merembet ke market SBN. Apa jadinya kalau Yield SBN semakin tinggi.? itu akan membuat asset bank berupa SBN akan jatuh. Padahal sebagian besar bank terikat repo dengan BI untuk mengamankan likuiditasnya, Kan memaksa perbankan topup dan ujungnya CAR mereka akan drop. Dampaknya bisa sistemik.


Saat itulah asing serok saham. Market rebound tetapi korban akibat penurunan saham itu menyisakan investor institusi, perbankan dan konglomerat yang suffering karena asset nya turun.  Inilah resiko bursa yang harus dipahami oleh president. Artinya tidak melulu pasar bergolak  karena factor fundamental. Tetapi bisa saja karena factor issue. Nah issue ini tidak datang dengan bahasa buzzer oposan. Itu tercipta dengan sendirinya akibat presiden lemah dalam memitigasi resiko politik atas setiap kebijakannya.


Saran saya, pembantu presiden harus terlibat aktif menangkal issue ini dengan baik dan terpelajar. Engga bisa dengan statement yang tidak berdasar. Apalagi sampai mengundang OJK bertemu dalam satu forum dengan stakeholder dan konglomerat. Itu taboo boss. Di bursa manapun, otoritas itu tidak pernah vulgar tampil depan publik. Mereka harus tetap menjadi Lembaga purity pengawal pasar dengan prinsip fairness. Ini bursa, bukan lapo tuak. Pahami itu.


Tuesday, February 25, 2025

Buruknya tatakelola Pertamina.

 




Saya coba rangkai hasil temuan dari Kejaksaan atas kasus oplos BBM Ron 90 menjadi Ron 92. Ini korupsi tatakelola minyak mentah dan produk kilang. Kasus ini bukan hanya merugikan negara. Tetapi dampaknya BBM yang kita konsumsi itu 10 kali polutannya dibandingkan negara lain yang sudah menerapkan standar euro dengan sulfur 50. BBM kita sekitar 500-600 sulfurnya. Jadi sebenarnya dengan harga sekarang dengan kualitas seperti itu kemahalan.


Kasus ini tidak bisa terjadi karena 1 orang saja. Pasti dapat dukungan dari sistem menegement yang ada. Melibatkan top eksekutif sampai lini bawah. Apalagi Pertamina adalah organisasi modern. Yang pasti diaudit BPK dan diawasi DPR. Karena ada dana kompensasi BBM dari negara. Tanpa konspirasi tidak mungkin modus korupsi ini terjadi. Apalagi sudah berlangsung dari tahun 2018-2023. Sistematis sekali. Bagaimana proses dan modus karupsi ini terjadi? 


Rapat koordinasi Optimalisasi Hilirisasi, memutuskan bahwa Kilang minyak dalam negeri tidak bisa menerima produksi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama- SKK Migas. Alasanya karena harga kemahalan dan spek tidak sesuai dengan kilang. Jadi karena itu terpaksa kilang harus impor crude. Tetapi juga impor BBM. Pelaksananya yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) untuk crude dan PT Pertamina Patra Niaga untuk BBM.


Nah apa yang terjadi kemudian ? Impor BBM Ron 92 ( Pertamaxt). Cargo yang datang Ron 90 ( Pertalite). Ron 90 ini blending di DEPO untuk jadi Ron 92. Tentu ongkos nya Ron 90 tapi jualnya Ron 92. Sementara yang impor Crude, harga di mark up 13-15%. Sehingga harga produksi BBM di kilang dalam negeri jadi mahal.  Tidak ada transfaransi lewat lelang. Karena pelaksana impor Pertamina sendiri, tetapi via broker swasta. Sehingga kerugian negara diperkirakan Rp. 193 triliun. 


Dimana konspirasinya? Ketika ada keputusan Pertamina tidak membeli produk crude dalam negeri untuk kilangnya. Maka sesuai aturan Menteri ESDM, KKKS bisa alihkan crude itu untuk di ekspor. Nah yang jadi masalah adalah ekspor crude via broker swasta. Begitu juga impor crude untuk kilang dan BBM via Swasta. Tentu swasta sudah kondisikan kedua belah pihak. Semua manut aja. Karena ada fee dari mark up impor crude untuk kilang dan ditambah dapat lagi dari selisih harga ekspor crude KKKS dengan harga spot.  


Sederhana aja kasusnya. Tentu sesederhana itu untuk paham bahwa tidak mungkin hanya melibatkan direktur anak perusahaan Pertamina dan swasta. Bukan rahasia umum bahwa lobi bisnis MIGAS bersinggungan dengan elite dan tidak semua pengusaha bisa. Biasanya pemainnya  4 L ( loe lagi loe lagi). So, tidak mungkin Top eksekutif Pertamina dan Menteri ESDM tidak tahu. Dan tidak mungkin DPR tidak tahu juga, apalagi ring istana.


Yang kita sedihkan adalah modus korupsi ini sangat merusak program strategis kemandirian energi dan efisiensi. Dan tentu kenaikan biaya akibat tatakelola BBM yang korup ini berdampak kepada semakin besarnya dana kompensasi BBM yang harus dibayar negara lewat APBN dan tentu udara kita juga tercemar, belum lagi kerusakan mesin kendaraan karena beli kualitas BBM oplosan. 


***

Pertamina itu adalah holding dari anak perusahaan yang bergerak dari hulu ke hilir. Kalau diringkas, mencakup produksi, logistic dan distribusi. Hanya saja tidak dikelola secara business model. Sehingga tidak efisien. Dan membuka peluang terjadinya moral hazard. Karena begitu besarnya tugas negara kepada Pertamina, yaitu mencakup distribusi BBM secara nasional. Melibatkan dana APBN lewat program konpensasi BBM.


Sejak uu migas no 22 tahun 2001, Pertamina bukan lagi regulator merangkap operator, seharusnya terjadi tranformasi business model menjadi trading oil world Class. Mengapa? Soal produksi kan sudah dikelola langsung oleh Negara lewat Kontraktor Kontrak Kerja Sama, SKK -MIGAS. Jadi asset terbesar Pertamina sebagai entity business adalah market undertaking yang menjadi misinya sebagai Perusahaan Negara. 


Untuk menjadi trading oil company world Class, Pertamina harus focus membangun infrastruktur logistic yang modern, yang terdiri dari Kapal cargo laut dan angkutan darat. Terminal Gas dan Depo BBM. Pipanisasi Gas. Dengan adanya infrastruktur itu, efisiensi terjadi dalam skala ekonomi khususnya dalam hal ekspor dan impor MIGAS. Itu gigantik bisnis. Pertamina bisa menjadi bagian dari lead market berskala dunia. Tentu bisa menekan ongkos susbidi negara tanpa kehilangan margin. 


Margin akan sangat besar. Karena ongkos distribusi kan negara tanggung. Apalagi Indonesia sebagai market BBM terbesar nomor 12 dunia. Hitung aja berapa keuntungan dari angkutan kapal, transfortasi darat, fee DEPO dan fee terminal Gas. Belum lagi keuntungan dari stok Crude dan BBM, serta dukungan contract future yang secure. Tiap hari cash masuk. Karena jangkauan operasi secara nasional dan pasti jasa itu juga akan dimanfaatkan oleh NOC ( National oil company) yang menjadi mitra SKK Migas.


Nah dari business model itu bisa dijadikan trigger untuk skema leveraging mendapatkan financial resource untuk membangun pusat refinery oil and gas dan mengakuisisi potensi Ladang Minyak & Gas  di seluruh dunia yang feasible. Sehingga pusat logistic bukan hanya sebagai terminal tetapi juga menjadi pusat produksi antara. Tentu akan semakin besar peluang menjalin sinergi dan kolaborasi dengan trader kelas dunia. Maklum Indonesia berada di jalur 1/3 pelayaran dunia khusus cargo oil and gas. 


Namun selama ini yang memanfaatkan business model trading oil company justru Singapore. Dari kapal, refinery, terminal hub, yang dapat manfaat Singapore. Maklum Singapore hanya sejengkal dari Indonesia dan berada di jalur selat malaka. Akibatnya, korupsi dan moral hazard pengelolaan Pertamina melulu terjadi pada distribusi, ekspor-import dan logistic yang tergantung kepada trader di Singapore lewat broker di Indonesia.


Saya kehabisan kata kata ketika membaca setiap skandal Korupsi Pertamina. Karena gaji direksi dan komisaris sangat besar. Per 31 Desember 2023, Pertamina menggelontorkan kompensasi sebesar US$ 21.793.000 atau sekitar Rp 342.716.718.000 (kurs Rp 15.726) untuk Direksi dan personal lain dalam manajemen kunci. Sementara kompensasi bagi Dewan Komisaris sebesar US$ 51.288.000 atau sekitar Rp 806.555.088.000. Pertamina bayar harimau dapatnya monyet.